PEPERANGAN EGOSENTRIS.

KEHILANGAN ITU MENGERIKAN. Manusia pun sesungguhnya cepat mati. Mereka hanyalah hamba sahaya yang tidak memiliki kekuatan apapun selain membanggakan diri: berhiaskan sinyalir dosa bernuansa mentereng, seonggok pribumi durjana di mana sejatinya tak pernah miliki andil penuh atas diri mereka sendiri.

Dan mereka akan selalu layangkan prasangka bila seseorang adalah menjadi sang pemangku keselarasan dalam senarai sumbang bertajuk kehidupan, bermanifestasikan kesempurnaan tanpa ada satu tempias noda berani intimidasi.



Loren masih berjalan tak tertentu arah. Seolah ia betulang sedang tersesat bahkan pikiran kosong hanya tersisa dengungan tembakan yang terus membayang-bayangi jiwa raganya. Dari jarak tak terlalu jauh, Kaz rupanya tengah mencoba cari lokasi gelombang komunikasi milik Loren beserta Roger. Setelah merasa jika titik pertemuan dekat dengan hutan di mana Loren berada, Kaz mencoba menghubungi kembali. Sebab sebelumnya, Kaz tidak dapat tersambung pada mereka berdua akibat sinyal kurang memadai. “Loren. Ini Kaz.”

Kaz sendiri sibuk mengawasi pergerakan bank. Di sana para pasukan militer tetiba mulai 'tuk menyerang gedung walau sebelumnya tim sudah berusaha mengelabui petugas polisi. Menurut Kaz sendiri, pasukan itu berusaha meruntuhkan gerbang kemudian masuk paksa. Tapi jelas ia tidak tahu menahu apa yang harus mereka lakukan demi perlindungan diri. Agar terhubung langsung dengan tim, Kaz biarkan Amon untuk mengambil alih pembicaraan.

Amon tergesa-gesa mengambil radio. Dilanda panik bukan main melihat pasukan militer siap menyerang dari jendela ruang rapat. “Loren. Ini Amon. Apa lo dengar?” sedang panggilan itu masih belum dijawab Loren. Telinga seperti menuli karena dia masih mencari arah jalan pulang menemui ajal. Dia sampai tak sadar sepenuhnya sampai Amon harus berteriak keras pada kuping Loren. “LAURIE!” 

Berhasil. Loren kembali sadar pada realita. Dan kalimat yang pertama Amon dengar adalah kemustahilan tapi fakta bahwa Loren tidak pernah bohong itu mengejutkan. “Dia telah mengeksekusi Roger.” Amon jelas terdiam dengar itu. Hastanya yang memegang radio menjadi sedikit lemas akibat kaget tak terkira. “Kami juga mengalami kondisi kritis. Sebentar lagi bank akan diserang.” Amon berusaha keras jelaskan situasi mereka di tengah kesedihan.

“Amon,” panggil Loren. Yang tersapa langsung menunggu kalimat selanjutnya. “Ini bukan perampokan atau menantang sistem. Ini perang. Bertindaklah yang sesuai.” Perintah pun dilayangkan. Amon sudah hampir saja sesenggukan kalau ia tak ingat sedang susah keadaan mereka. “Loren. Suatu kehormatan bertugas di bawahmu.” Dan telepon ditutup.


Layaknya pertandingan catur, kita tidak akan tau kapan situasi sial menghampiri. Amon mulai bergabung dengan Dominic dan Nadhin tanpa mengetahui bahwa Kaz juga dapat mendengarkan pembicaraan dirinya juga Loren, setelah Amon pergi dan mengadukan apa yang dia dengar kepada Kaz, membuat keadaan semakin menjadi kacau. 

Amon sedang berjalan menuju Nadhin juga Dominic, sampai Nadhin lihat Amon mendekat dengan berlari kecil, pandangannya cemas. Sebelum Amon datang Nadhin sebetulnya sempat mengintip dari jendela dan betapa terkejut dia melihat ke arah bawah di mana para pasukan militer sudah siap menyerang mereka, bahkan mengeluarkan M1 Abrams ditambah RIPSAW M5 sebagai pendukung dari M1 Abrams, mereka sampai mengeluarkan dua senjata andalan dalam perang hanya untuk menangkap komplotan perampok ini. “Amon, aku yakin kamu pasti punya banyak senjata berat 'kan? Ayo keluarin, kita butuh itu buat melawan,” ucap Nadhin tanpa basa-basi. 

“Ikut gue,” jawab Amon dengan singkat namun bergerak cepat ke tempat yang lebih sepi dan mengeluarkan banyak senjata dari tas juga kardus, salah satu senapan berjenis kaliber Amon lemparkan tepat pada Nadhin yang tertangkap baik oleh Nadhin. Amon juga dengan cekatan memasukkan beberapa belah pisau kecil ke dalam sepatu yang dia desain khusus untuk menyimpan pisau, juga mengantongi dua buah Desert Eagle. 

“Sebelum maju setidaknya kita lihat situasi dulu, kalau mereka belum lepaskan tembakan jangan diserang, kita bakalan kalah jumlah. Salah melangkah bisa kalah.” Tangan Amon masih sibuk membereskan semua senjatanya, lalu kembali melangkah meninggalkan Nadhin yang dengan setia mendengar setiap ucapan Amon dari belakang dan ikuti langkah yang bawa mereka ke sebuah ruangan gudang tempat penyimpanan senjata mereka. “Kita emang kalah orang, tapi beruntungnya gue punya gun napalm, ini bakal banyak ngebantu kita.” Tangan membuka sebuah laci besar yang berisi tiga senjata perang belaras panjang, tampak seperti dimodifikasi dengan sebuah tabung kecil. Dengan sigap Nadhin mengambil satu tanpa pikir panjang tentang bagaimana Amon miliki senjata yang dikembangkan pada perang dunia ke-2. Amon ikut menggenggam dua senjata, salah satunya akan diberikan pada Dominic nanti atau dia jadikan cadangan.

Mereka kemudian membuka pintu bank, bersiap dari aula depan untuk melihat situasi dengan membawa napalm gun yang sudah siap digunakan suatu waktu jika anggota militer memulai peperangan dengan tembakan peluru ke arah mereka. Betapa terkejutnya mereka melihat 3 tank utama pasukan militer Amerika bersama 2 mobil besar petugas polisi berjalan menuju gedung bank.

“NADHIN, ARAHIN NAPALM GUN KE TIMUR TEPAT PADA SALAH SATU M1 ABRAMS!” teriak Amon dengan perintah, yang langsung saja dilaksanakan Nadhin. Ia menodongkan senjata ke arah timur dan memfokuskan titik vital pada tank besar kebanggaan pasukan militer milik negara. Amon ikut memposisikan diri, sebab kecepatan laju mobil-mobil itu tak lama. Rekan lain berusaha menyuruh para sandera mundur agar tetap aman, tak ada yang mengalami luka.

Setelah hampir mendekati pintu, gerbang bank dibuka oleh kawan mereka. Kedua senjata api yang dipegang Amon serta Nadhin langsung mengarah pada target, 2 tank di hadapan. Lalu terdengar Amon memberi perintah. “Tembak!”

BOOOMM!!

Setelah Nadhin juga Amon menarik pelatuk, tank itu terbakar habis oleh api, tidak akan langsung padam karena napalm gun isinya menggunakan campuran pembakar dari bahan pembentuk gel dan Petrokimia, yang diendap dalam asam naftena dan asam palmitat. Akan terbakar pada suhu 800 hingga 1.200°C yang bahkan membuat M1 ABRAMS, merupakan tank perang utama produksi Amerika terbakar hebat. Suara decit di mana pelurunya terbang menuju tank, ledakan bersahutan, terdengar dari sisi utara membuat orang-orang terkejut.

Para anggota kepolisian terkejut, lebih ke tidak percaya, apalagi mereka dapat membumi hanguskan 3 tank khusus milik pasukan milter yang sengaja keluarkan untuk membuat rasa takut komplotan itu. Tiada peduli peraturan sekarang, terpenting adalah bertahan hidup.

Selagi tank terbakar bersama orang-orangnya yaitu para anggota militer diselimuti kobaran api yang melalak hingga reruntuhan lepas dari sana. Sebentar lagi akan hangus. Tapi bukan itu masalahnya hari ini. Masa depan mereka tidak ditentukan dari sisa puing-puing baja dan seng hancur karena letupan api besar. Bukan pula dari sendokanbkuah kaldu dan es dalam gerobak yang tiap hari dihabiskan mereka atas pemberian petugas polisi. Namun masa depan mereka ada di sana— di dalam pembuluh darah gemetaran seperti daun, sebentar lagi kering.

Sisa-sisa mobil petugas polisi yang membawa belasan orang mulai mundur dengan perlahan buat kedua rekan kerja itu menyunggingkan senyum manis, mereka sementara ini menang. Kemudian pintu gerbang masuk bank ditutup.


Mungkin, Loren jatuh ke dalam perangkapnya sendiri. Berdasarkan kemampuan telinga untuk menghasilkan paranoia besar. Inspektur Sierra juga memainkan rencana tersebut pada dia. Dengan cara pura-pura mengeksekusi Roger. Sengaja dilakukan supaya Loren keluar dari persembunyiannya. Pancingan itu berhasil. Karena Loren mendengarkan semuanya. Yang 3 tembakan melayang itu Suarez tujukan ke tanah. Sedang Roger sendiri dibekap. Jikalau ditanya apa dia tidak kuat melawan polisi? Ya, kuat, namun kedua tangan terlanjur diborgol. Tak memiliki kesempatan untuk kabur selain menyerahkan diri. Dan penangkapan Roger digunakan sebagai bahan kehancuran Loren. Kehancuran tim komplotan. Itulah dia perang.

Sampai akhirnya Loren menelepon anggota tim di golongan A. Loren mau berbicara kepada Ian tetapi yang menjawab telepon justru Oliver. Ia pun bertanya di mana rekan lain, Oliver sendiri menceritakan bagaimana mereka sibuk pada urusan sendiri-sendiri. Saat dengar itu, Loren merasa sedikit bersalah. Situasi di sana tentu tak menyenangkan, ia harus berikan perintah untuk melanjutkan rencana. Setelah Oliver memahami penuh. Ia pun coba bertanya ke Loren mengenai kematian Roger. Yang bersangkutan cakap, dia tahu dari Kaz. Loren setelahnya menceritakan secara detail, dari awal bagaimana mereka terpojok lalu Roger bersembunyi tempat tak aman. Satu polisi berhasil menangkap dan mengeksekusinya. Berhasil melayangkan tiga tembakan untuk Roger yang tak memegang senjata. 

Oliver hampir saja ikut belasungkuwa kalau ia tidak menyadari ada yang aneh. Bertanya ke Loren satu-satunya solusi. “Lo lihat dia mati?”

Loren menggeleng di balik telepon. “Enggak.”

Oliver bertanya lagi. “Apa matinya diberitakan?”

Akal sehat Loren kembali sedikit. Ia langsung berdiri dari posisi terduduknya di rerumputan. Baru saja disadarkan oleh logika manusia yang masih waras. “Itu juga nggak ada.”

Oliver pun menepuk jidat. Tetapi ia berusaha memaklumi. Mungkin karena efek paranoia bikin orang hampir gila, seperti yang dikatakan oleh Loren semasa pelatihan. “Nah, harusnya kalau dia mati, kita semua bakal tahu langsung tanpa harus dikasih ngerti lewat komunikasi.”

Loren memutar otak. “Dia lagi diinterogasi.”

Oliver menyetujuinya. “Pasti. Apa bakal ada pernegosiasian di sini?” Loren sekali lagi menolak. “Nggak.” Dan telepon tertutup.

Loren hendak kembali bersembunyi sampai di tengah-tengah hutan ia lihat salah satu polisi hampir mendekati tempat ia berdiri. Dengan cepat, Loren masuk ke lahan tanah kosong lalu bersembunyi pada balik penutup kayu. Tanpa sadar membawa dirinya ke kandang banteng.

Akibat waktu terdesak, Loren pun memanggil Kaz untuk menjalankan Rencana Hamelin. Di mana Kaz pada lain tempat akan menciptakan sinyal telepon yang dapat terpancar dari jarak jauh, dan polisi akan menyadari ini sehingga mereka mengejar ke mana pergi sinyal itu. Dan sementara selama perjalanan, Kaz sengaja buat diri pura-pura kecelakaan. Kemudian ia membuat jebakan. Hal tersebut perlu supaya polisi berpikir akibat kecelakaan, Loren kabur dengan cepat setelahnya. Sehingga fokus polisi teralihkan dari tempat persembunyian Loren kini, jadi saat ia aman, Kaz datang menghampiri. Setelah selamat, mereka pun pergi dari sana dengan mobil curian lainnya.


Keadaan sudah semakin semrawut, berbagai rencana telah dilakukan, hasilnya hipotesis satu dan hipotesis nol. Jatuh bangun, damai tengkar selalu terjadi. Seperti rencana yang akhirnya dilayangkan oleh Loren, bebaskan sandera untuk memilih, antara tetap tinggal melakukan tugas yang dilakukan di awal tentu dengan imbalan berupa 10 ribu dolar, atau dibebaskan tanpa bawa sepeserpun.

“Kalian mengerti 'kan?” ujar Oliver, “Kuberi waktu untuk berpikir, sehari saja, kembalilah bekerja, besok sudah keputusan final.”

Para sandera berhambur sesuai dengan pekerjaannya. Ada juga yang berdiskusi dengan teman sekelompok, beberapa meminta saran, karena bagaimanapun juga 10 ribu USD bukan jumlah uang yang sedikit untuk didapatkan secepat itu. Memang kerap kali uang adalah penyelesaian masalah paling mudah dan paling cepat, apa yang lembaran berharga itu tidak bisa lakukan? Dari hal paling suci sampai yang paling keji pun mereka turut serta. Pun dengan waktu yang bergulir, para perampok juga harus putuskan siapa yang akan melapor keadaan.

“Baik, sudah tahu situasinya 'kan? Polisi juga reporter bakal turut serta.” Oliver membuka diskusi kali ini, “Kemungkinan, siapa yang menurut kalian akan cocok bersandiwara?”

Jemish mengobservasi sekitar, memindai yang sekiranya cocok. “Gimana kalau Ian? Ia bisa ngelucu.” Tawa pun berhamburan, dengan Ian yang berwajah masam.

“Gimana?” tanya Oliver ditujukan pada Ian.

Sang empu akhirnya bangkit dari duduk, “Oke, kayaknya emang ini waktunya gua ngelucu.”

“Bukan, ini waktunya narik simpati warga Las Vegas.” Oliver menepuk pundak Ian, untuk sedikit lebih ceria. “Entah, untuk apapun yang itu.” Dan Ian pergi agar miliki waktu bersiap.

Hasil final dari pembebasan sandera adalah dua belas orang yang memilih untuk bebas. Segala sesuatu dilakukan mereka setelah bebas nanti, menjadi resiko para penjarah, dan hal itu juga sudah dipikir matang-matang. 

Pintu percetakan dibuka, menampilkan sandera berbaris rapi, dihadapkan oleh satu reporter, seperti ikan yang mengerubungi pakan. Demi menjaga kesopanan, Ian membuka topeng. Lalu berbicara pada sang reporter wanita itu, “Yakin sudah siap?” dibalas anggukan olehnya.

Mereka menelusur masuk. Ian coba tunjukkan bagian-bagian yang ia bisa kepada media. Saat ini dukungan rakyat bergantung pada apakah Ian berhasil tarik simpati mereka atau tidak. Dan tekanannya mencipta ketegangan sendiri.

“Untuk hari ini saya hadir bersama teman-teman gunanya untuk satu kebaikan, dan kebaikan itu diharapkan oleh banyak orang.” Ian pun melayangkan senyum ke arah kamera. “Oleh karena itu apa yang saya dan rekan-rekan saya lakukan adalah untuk kalian semua. Jadi saya harap semua orang bisa memahami pekerjaan kami. Kami bukan teroris atau bukan musuh negara, kami cinta perdamaian. Untuk itu bagi kalian yang menemukan teman kami tolong kembalikan pada kami hidup atau mati. Sebab nyawa kami adalah bayaran yang terbaik untuk kalian perjuangkan hak keadilan,” ucap Ian terjeda, ia menatap serius ke arah kamera. “Siapa lagi kalau bukan kita? Dan kami tidak akan pasrah untuk menyerah kalau keadilan masih belum jelas.” Kalimat motivasi itu pun berakhir dengan baik.

Lalu wisata gedung percetakan dilanjutkan Ian agar lebih masuk ke dalam. Dia menjelaskan secara rinci bagaimana lika-liku perampokan berjalan. Dari keadaan buruk komplotan yang hampir menyerah akibat kalah, sandera yang kabur dan menyerang tim, perampok hampir kehabisan amunisi, terus sebagai penutupan— siaran langsung Ian berakhir dengan cerita apabila dia sebenernya tak benar-benar jahat, ikut perampokan cuma bantu yang bener aja kelihatan menang lalu jatuhkan yang salah. Pemberitaan media itu, terselesaikan dengan Ian yang bersedih luar biasa di masa susah.


Loren bilang rencana ini tidak akan masuk akal bagi manusia yang memiliki akal sehat. Oleh karena itu, jangan gunakan pikiran sehat.

Sehabis rakyat geger karena siaran langsung dari Ian, Loren juga hendak melakukan hal yang sama. Yaitu, menyebarkan kematian palsu di mana inspektur polisi sengaja melakukan. Hal ini hampir sama dilakukan sebelumnya saat sekali pernah ketika Loren meminta dukungan rakyat agar membela Nadhin. Demi melepas belenggu penangkapan ilegal dari polisi.

Maka Loren kembali melakukannya. Ia muncul sendirian di tengah kota, tanpa rompi merah, tanpa topeng menutupi wajah, hanya dengan pakaian biasa ia pakai sehari-hari. Di sana ia berusaha keras meniru bagaimana cara bicara orang-orang yang suka mengadu. Hingga Loren menunjukkan rekaman komunikasi antara dia, Roger, juga Suarez— si petugas polisi. Loren sebaik mungkin menjelaskan dengan penuh rasa iba terhadap Roger, ditangkap tanpa ada senjata lalu memalsukan kematian juga proses pengeksekusian hanya demi menangkap dia.

Setelah cukup, tayangan ditutup. Tergantikan kembali iklan-iklan besar pada papan-papan di tengah jalan. Dan Loren pun mulailah bersiap menjalankan Rencana Paris, yang berasal dari ide Loren sendiri bila salah satunya tertangkap.

Akibat dari pernyataan jujur Loren mengenai penyebaran warta penangkapan paksa atas saudara Roger, pemerintah bisa terkena pasal hukum serius di mana melanggar peraturan perundang-undangan yang melarang tindakan penangkapan ilegal tanpa ijin pihak manapun. Satu-satunya cara agar polisi tidak terkena dampak hukumannya, Roger pun dijemput paksa oleh militer kepercayaan negara. Dia tidak akan diinterogasi, supaya ia bisa ikut disidang secara kebenaran hukum. Di situlah Loren akan beraksi dengan regu penyelamat khusus Roger yaitu tim Serbia yang merupakan penggali paling superior di dunia. Ahlinya ahli.

Rencana Paris dilakukan setelah Roger masuk ke gedung pengadilan. Jaksa menuntut untuk ia menceritakan bagaimana perampokan itu dijalankan. Tentu Roger jawab sejujur-jujurnya namun mereka akan sengaja dibuat pusing oleh penjelasan mengenai teknisi perampokan versi dia. Misi pelarian ini yang disebut Paris.

Loren sendiri sibuk menunggu hasil kerja Kaz jua tim Serbia. Selagi Benjamin sibuk menggali lubang tanah dari satu tanah kosong belakang restoran Cina hingga menembus ke basemen gedung pengadilan tempat mobil yang bawa Roger terparkir. Mobil Kaz bersinggah di depan gedung pengadilan, ia berakting menjadi diri dia seperti biasa yang suka berpesta dengan secara natural menyalakan musik keras-keras agar dapat mengalihkan suara pembobolan milik Benjamin yang berisik. Kaz sampai betulan mengindahkan perintah seorang penjaga yang meminta matikan musik, sampai Loren kabari bahwa galiannya selesai, Kaz langsung mematikan musik dari radio mobil.

CCTV berhasil dihapus presensi mereka oleh tim peretas sewaan yang dipercaya Loren. Dan Benjamin berhasil melubangi dinding sebagai jalan mereka lewat nanti. Dan untuk menutupi lubang itu, perlunya dibuat dinding palsu. Pada teori manusia, hal semacam memanipulasi dinding tersebut tak akan berhasil dalam waktu singkat. Tapi karena pasukan Serbia adalah ahli dalam bidangnya, ia bisa lakukan hanya dengan hitungan menit saja.

Tibalah ketika Roger menolak menjadi saksi, persidangan akan dibatalkan, hakim secara terpaksa mengembalikan ia ke penjara. Saat momen di mana Roger harus memasuki mobil di basemen parkiran gedung pengadilan. Tim Serbia datang mengucapkan selamat sore lalu secara cepat mengambil alih penjagaan.

Dua tim beradu kekuatan. Roger juga ikut bantu bertarung meski kedua tangan diborgol. Tapi akhirnya militer penjaga berhasil dilumpuhkan. Dengan memberi ancaman apabila tidak bantu mengamankan Roger, para militer berurusan dengan bom yang sengaja diletakkan di tubuh mereka. Apabila sengaja mengubah rute jalan, mereka akan dibom. Apabila sengaja untuk tak mengantar tahanan pengganti Roger ke penjara maka mereka juga akan dibom. Sesudah pun dipatuhi, mobil pun pergi tinggalkan basemen. Roger ikut bersama Kaz juga Benjamin untuk ke markas aman sementara.


Berita pembebasan para sandera itu telah tersiar secara massal di seluruh saluran nasional. Tentunya aksi para komplotan ‘bedebah’ itu menjadi buah bibir di penjuru ibukota. Polisi pun dibuat gerah dengan aksi para bedebah yang kini sedang menyusun rencana baru.

“Sudahlah, Ian. Kita tidak punya banyak waktu sekarang.” Jemish kini menghibur Ian yang tengah bersedih begitu siaran itu berakhir. 

“Jemish benar. Gue paham perasaan lo, tapi kita harus segera lanjut sebelum polisi berhasil menemukan kita.” Kini Oliver angkat bicara. 

“Bagaimana dengan para tawanan yang tak jadi kabur? Apa yang harus kulakukan dengan mereka?” tanya Ella.

“Ah mereka? Beri saja mereka pekerjaan untuk membantu rencana kita selanjutnya. Jangan biarkan mereka bermalas-malasan.” Saran itu disetujui oleh semua anggota sehingga Ella pun dengan sigap bergegas menuju tempat para sandera.

“Aku tak peduli apapun yang terjadi, meskipun tangan kalian bersimbah darah, jangan berhenti menggali.” Tajam suara Ella membuat suasana di terowongan itu semakin mencekam.  

“Nona, mau sampai kapan kami menggali di sini?” Salah satunya memulai protes.

“Sudah kubilang, jangan pernah berhenti. Camkan itu, kepala batu.” Ella memutar bola matanya lalu berjalan menuju tempat sandera mencetak uang.

“Kalian, dasar para sialan. Sudah kubilang untuk bekerja dengan baik. Kalian menganggap remeh nyawa kalian?” Kepalang emosi Ella melihat para sandera yang berleha-leha di bawah pengawasannya. 

“Oh, ayolah nona, biarkan para rendahan itu bekerja.” Titik kesabaran Ella putus dibuatnya. Kini Ella menahan leher sang lawan bicara. Membuat sang wanita itu tersentak sebelum sadar nasibnya di ujung tanduk.

“Dengarkan aku, sialan. Kau, kalian, dan mereka mungkin memiliki jabatan berbeda sebelumnya. Tapi, di bawahku, kalian semua hanyalah tawanan yang seharusnya bekerja demi membalas nyawa kalian,” ujar Ella dengan nada yang membuat semua terdiam.

“Kau yang di sana, berapa jumlah uang yang sudah tercetak?” Yang dipanggil tersentak dari lamunannya menderngar Ella.

“AH, baik nona. Sepertinya setelah setengah hari, uang yang tercetak berkisar 940 juta dollar,” ujarnya terbata-bata setelah hitung tumpukan uang dan membaca laporan yang memang Ella perintahkan agar ditulis.

“Lanjutkan bekerja, aku tak ingin lagi melihat ada seseorang yang lepas tangan,” final Ella lalu melepaskan cekikkan dari leher wanita itu. Ella berjalan meninggalkan tempat para sandera menuju tempat para komplotan sedang berdiskusi melalui sambungan telepon.

“Sekarang apa yang harus kita lakukan?” suara Kaz terdengar oleh Ella begitu ia membuka pintu. Semua pasang mata kini menatapnya.

“Uang yang tercetak sudah sekitar sembilan ratus empat puluh juta, sekarang mau kita apakan uang itu?” papar Ella dengan raut serius. Para komplotan kompak terdiam menunggu arahan selanjutnya dari Loren.

“Kalian kabur dengan membawa uang-uang itu.” Kini Loren berujar dengan serius.

“Gimana? Kita bisa ketahuan polisi kalau kabur sambil bawa uang sebanyak itu,” protes Amon.

“Dengar dulu. Kalian bawa uangnya lewat terowongan yang udah dibuat lima tahun lalu, polisi kita biarin lewat terowongan yang dibuat para sandera,” jelas Loren yang nampaknya sangat fasih dengan rencana mereka.

“Gila, sebenarnya lu bikin rencana ini udah berapa tahun, sih?” celetukan Jemish terdengar namun Loren tak membalas sepatah katapun.

Setelah memindah uang-uang ke terowongan Loren cukup lama, pergerakan para komplotan mulai dicurigai polisi. Pasukan polisi sedang bersiap untuk menyergap sang kriminal di sarang mereka. 

“Pintu samping tidak dijaga! Kalian segeralah masuk, tetap waspada!” Perintah sang kepala polisi dibalas anggukan oleh cecunguk anak buahnya yang kini menyergap masuk.

Sir! Ada terowongan yang cukup panjang!” ujar salah satu dari mereka ketika menemukan terowongan galian para sandera.

“Tunggu apa lagi? Segera ikuti mereka, jangan sampai ada yang kabur seorang pun!” Sang kepala polisi pun ikut memasuki terowongan setelah memerintahkan semua anak buahnya untuk siaga. 

Sementara itu, anggota komplotan golongan A kini telah siap untuk kabur melalui terowongan yang Loren buat sedemikian rupa. Letaknya sangat sulit untuk ditemukan, apalagi oleh para polisi yang tidak tahu menahu.

“Sial! Keparat sialan! Sir! Terowongan ini hanyalah jebakan!” teriak yang memimpin barisan begitu menyadari ujung dari perjalanan mereka hanyalah peledak yang siap digunakan kapan saja. 

“SIAL! SEMUANYA KEMBALI!”  

“Gotcha.” Para golongan A memasang senyum miring diikuti suara dentuman besar berarti pelarian mereka sukses dengan rencana itu.

BOOM!!

Terowongan yang telah mengorbankan banyak tenaga sandera pun hancur dalam lima detik.






BERSAMBUNG.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HARKAT DITINDAS HABIS.

BIDAK-BIDAK CATUR.